BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu upaya peningkatan produktivitas
guna mendukung program pengembangan agribisnis jagung adalah penyediaan air
yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen
Tanaman Pangan 2005). Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa hampir 79%
areal pertanaman jagung di Indonesia terdapat di lahan kering, dan sisanya 11%
dan 10% masing-masing pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah tadah hujan
(Mink et al . 1987). Kegiatan budidaya
jagung di Indonesia hingga saat ini masih bergantung pada air hujan. Menyiasati
hal tersebut, pengelolaan air harus diusahakan secara optimal, yaitu tepat
waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga efisien dalam upaya
peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam dan peningkatan
intensitas pertanaman.
Selain itu, antisipasi kekeringan
tanaman akibat ketidakcukupan pasokan air hujan perlu disiasati dengan berbagai
upaya, antara lain pompanisasi. Jagung merupakan tanaman dengan tingkat
penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm (FAO 2001). Namun demikian,
budi daya jagung terkendala oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu
yang tepat. Khusus pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah, masih
tersisanya lengas tanah dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu
pertumbuhan tanaman. Sementara itu, penundaaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya
cekaman kekurangan air pada fase pertumbuhan sampai pembentukan biji. Oleh
karena itu, dibutuhkan teknologi pengelolaan air bagi tanaman jagung. Pengelolaan
air perlu disesuaikan dengan sumber daya fisik alam (tanah, iklim, sumber air)
dan biologi dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu untuk membawa air ke
perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi (Nobe and Sampath 1986).
Efisiensi penggunaan air dapat
dilakukan dengan sistem pemberian air irigasi yang efisien
dan efektif. Salah satunya adalah irigasi defisit.
1.2 Tujuan
Mengetahui
kebutuhan air yang baik untuk tanaman jagung dan pengaruh pemberian irigasi
terhadap produksi tanaman.
1.3 Manfaat
Dapat mengaplikasikan
dengan baik pemberian irigasi tanaman jagung yang efisien.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Air
2.1.1
Definisi
Air
Menurut Schaums (2005), air merupakan pelarut
universal yang melarutkan lebih banyak zat terlarut yang berbeda-beda
dibandingkan cairan lain yang pernah diketahui, air merupakan medium ideal
untuk menyokong kompleksitas itu. Air juga merupakan salah satu zat yang paling
stabil dan karena itulah zat-zat berbasis air dapat bertahan lama.
2.1.2
Fungsi
Air bagi Tanaman
Pada
pertumbuhan primer, media tumbuh tanah tidak mutlak yang terpenting adalah
media tumbuh yang mudah menyerap air. Media tumbuh yang keras akan sulit
menyerap air sehingga biji tidak dapat bertunas. Menurut Susilowarno (2007),
fungsi air dalam tumbuhan adalah:
1. menentukan
laju fotosintesis,
2. sebagai
pelarut universal dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan,
3. menentukan
proses transportasi unsur hara yang ada di dalam tanah, dan
4. mengedarkan
hasil-hasil fotosintesia ke seluruh bagian tumbuhan.
2.2
Irigasi
2.2.1
Definisi
Irigasi
Menurut
Pahan (2006), irigasi merupakan suatu usaha untuk menambahkan air ke suatu
wilayah. Menurut Rokhma dalam buku Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi Hemat
Air (2009), irigasi adalah jumlah air yang diaplikasikan ke dalam lahan
(pertanian) untuk menunjang proses pertumbuhan tanaman.
2.2.2 Kriteria Irigasi yang Efisien
Irigasi
harus bermanfaat untuk air itu sendiri maupun untuk objek yang diairi. Irigasi
yang efisien harus didasari pada pola pemberian air hemat air.
1.
Irigasi Hemat Air
Pemberian air irigasi
dikatakan hemat apabila antara pemberian air dengan kebutuhan air tanaman tidak
terdapat pernedaan dalam jumlah yang besar. Sistem pengairan secara giliran
dapat mengurangi rembesan dan evaporasi, keuntungan lainnya kondisi tersebut
dapat memperbaiki sifat fisika kimia tanah.
2.
Irigasi Berkala
Irigasi berkala adalah cara pemberian air irigasi ke lahan tidak
secara terus-menerus melainkan berselang-seling. Pemberian air secara berkala
mengakibatkan tanah berfluktuasi dari kondisi jenuh lapangan sampai kondisi
tergenang.
BAB III
PEMBAHASAN
Nilai rata-rata tahunan satuan
kebutuhan air (SKA) irigasi tanaman jagung (jenis tanaman palawija) sebesar
0.47 l/det/ha atau hampir 0.5 l/det/ha. Dimana SKA tanaman jagung terjadi pasa
musim tanam bulan juli-september dengan nilai rata-rata SKA sebesar 0.72.
Defisit air untuk tanaman dan water
stress (cekaman air) yang diakibatkannya berpengaruh terhadap evapotranspirasi
tanaman dan hasil. Setiap jenis tanaman
memiliki response yang berbeda-beda terhadap kekurangan air pada setiap fase
pertumbuhannya, termasuk Jagung. Pemberian kedalaman air irigasi dan waktu
pemberian sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan
memaksimalkan produksi. Tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air
pada fase vegetatif dan fase pematangan/masak. Penurunan hasil terbesar terjadi
apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan, bunga jantan dan
bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses penyerbukan. Penurunan hasil tersebut
disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya proses pengisian
biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol
berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila kekurangan air terjadi pada fase
vegetatif. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan biji juga dapat
menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji. Kekurangan
ai pada fase pemasakan/pematangan sangat
kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman (FAO, 2001 dalam Aqil dkk, 2008).
Menurut Danarti dan Najiyati (1999)
suhu optimum untuk pertumbuhan terbaik tanaman jagung berkisar antara 27 – 32
°C. Suhu yang terlalu panas dan pemberian air yang kurang mengakibatkan tanaman
jagung tidak tumbuh dengan optimal. Doorenboss dan Kasam (1979) menyatakan
bahwa tanaman jagung masih dapat tumbuh pada suhu di bawah 45°C dengan persyaratan
kebutuhan air tanaman terpenuhi. Kurang pemberian air akan menyebabkan terjadinya cekaman, karena
cekaman menghambat pembesaran sel sehingga daun, tinggi tanaman, dan indeks
luas daun tanaman mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang
tumbuh normal (Islami dan Utomo, 1995). Tanaman jagung kurang efektif jika
diberikan irigasi defisit.
Sistem irigasi tetes dapat
dikategorikan baik untuk diaplikasikan pada tanaman jagung. Faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat keseragaman jagung pada irigasi tetes antara lain : kondisi
filter air, kondisi lubang emitter yang tersumbat oleh tanah, perubahan
koefisien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb. Menurut Warrick
(1983), tingkat keseragaman distribusi tetesan diklasifikasikan sebagai berikut
: 90% sangat baik; 80-90% baik; 70-80% cukup dan <70% buruk. Hasil ubinan
panen jagung untuk pemberian air dengan tetes mencapai 6,6 ton/ha.
Pengembangan
jagung lahan kering umumnya dilakukan pada musim hujan, sehingga produktivitas
tidak seoptimal apabila dilakukan pada musim kemarau di lahan sawah tadah
hujan. Penyebabnya adalah intensitas penyinaran matahari dan jumlah debit air
pada setiap fase yang berbeda terhadap pertanaman jagung. Implementasi dan
inovasi teknologi ini memberikan dampak pada peningkatan indeks pertanaman (IP)
jagung. Pemanfaatan lahan sawah tadah hujan umumnya rata-rata hanya satu kali
sampai dua kali (padi rendengan dan padi MKI), setelah itu lahan dibiarkan bero
sehingga peluang keberhasilannya hanya dapat ditempuh melalui pertanaman jagung
dengan sistem TOT pada lahan sawah tadah hujan. Penerapan teknologi pertanaman jagung sistem
TOT pada lahan sawah tadah hujan dapat meningkatkan indeks pertanaman dari (100
dan 200) menjadi (200 dan 300).
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Jagung
kurang efektif jika dilakukan irigasi defisit karena air adalah kebutuhan yang
sangat penting untuk tanaman. Air adalah salah satu bahan fotosintesis sehingga
kekurangan air dapat memperlambat laju fotosintesis.
Jagung pada
lahan kering lebih efisien menggunakan irigasi tetes. Karena kebutuhan air pada
jagung dapat terpenuhi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Akil, M. (2011). Pengelolaan Air Tanaman Jagung.
Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Arief, F. (2012). Teknologi
Budidaya Jagung (Zea maize) Tanpa Olah Tanah (TOT) pada Lahan Sawah Tadah
Hujan. Sulawesi Selatan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Kurnia, U. (2004). Prospek
Pengairan Pertanian Semusim Lahan Kering. Balai Penelitian Tanah Bogor:
Jurnal Litbang Pertanian, 23(4), 2004.
Prabowo, A. (2006). Pengelolaan
Sistem Irigasi Mikro untuk Tanaman Hortikultura dan Palawija. Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian: Vol. IV No. 2, Oktober 2006.
Tusi, A. (2009). APLIKASI
IRIGASI DEFISIT PADA TANAMAN JAGUNG. Faculty of Agriculture University of
Lampung: Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009.
Schaums.
2005. Biologi Ed. 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Susilowarno, Gunawan,
dkk. 2007. Biologi: SMA/MA Kelas XII.
Jakarta: Grasindo.