Jumat, 25 Oktober 2013

Hama Penting Pada Tanaman Cabai Dan Pengendaliannya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Cabai ‘Capsicum sp’ merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hasil dari tanaman ini banyak diminati oleh masyarakat sebagai campuran bahan makanan atau sebagai bumbu dapur. Kandungan minyak atsiri pada cabai yang menyebabkan terasa pedas saat dikonsumsi. Dahulu cabai dibudidayakan sebagai rempah-rempah penghangat badan, tapi sekarang tidak sebatas itu saja karena cabai sudah menjadi komoditas yang bernilai ekonomis tinggi Cabai yang dibudidayakan secara luas di Indonesia juga termasuk kedua spesies ini. Cabai besar dan cabai keriting, misalnya, termasuk spesies C. annuum sedangkan cabai rawit termasuk C. frutescens.
Tanaman cabai memiliki risiko gagal panen yang tinggi. Terutama tanaman ini sangat rentan terserang hama dan penyakit. Hal ini dapat merugikan petani secara ekonomi. Oleh karena itu upaya pengendalian hama ini sebagai hama utama tanaman cabai perlu dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian secara ekonomi.


1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa tanaman cabai itu?
1.2.2 Apa saja hama yang menyerang tanaman cabai?
1.2.3 Bagaimana cara mengendalikan hama tanaman cabai?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui hama yang menyerang tanaman cabai
1.3.2 Mengetahui gejala serangan hama pada tanaman cabai
1.3.2 Mengetahui cara pengendalian hama pada tanaman cabai






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai
2.1.1        Sejarah Tanaman Cabai
Cabai  merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Tanaman cabe banyak ragam tipe  pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabe memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Klasifikasi tanaman cabai :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.
Tanaman cabai temyata masih saw famili (solanaceae) dengan tanaman kentang, tomat, terung, ranti, dan tekokak, sehingga kemungkinan adanya kesamaan dalam serangan hama dan penyakit. Namun tanaman cabai tidak berkerabat dekat dengan tanaman cabai Jawa (Piper retrofractrum), meskipun sama-sama memiliki nama cabai. Penamaan cabai Jawa memang salah kaprah, karena hanya didasarkan dengan bentuk buah tanaman ini yang menyerupai cabe.

2.1.2        Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
a.     Di tanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl.
b.     Cabe dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 24 – 27 derajat Celsius dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi.
c.     Dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu liat dan cukup air.
d.     pH tanah yang optimal antara 5,5  sampai 7.
e.     Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan
2.1.3        Budidaya Tanaman Cabai
·      Jarak  tanam yang digunakan adalah 50 – 60 cm jarak antar lubang dan 60 – 70 cm untuk jarak antar barisan dengan pola penanaman model segitiga atau zig-zag.
·      Pilihlah bibit cabe yang sehat dengan ciri-ciri berbatang kuat dan memiliki daun sebanyak kira-kira 6 helai (umur bibit kira-kira sekitar 20-30 hari).
·      Perawatan tanaman adalah salah satu hal yang sangat penting dalam teknik budidaya cabe. Perawatan meliputi penyiraman, pemupukan, dan juga pengendalian hama serta penyakit. 
·      Buah cabe yang bagus untuk dipanen adalah buah yang tidak terlalu muda tapi juga tidak terlalu matang. Cabai dapat dipanen pada umur 90-110 hst. Buah dipanen adalah buah 80% masak.

2.2      Hama Pada Tanaman Cabai
2.2.1         Ulat Grayak ( Spodoptera litura F )
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F
·         Bioekologi/Morfologi
           Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadangkadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25−500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
            Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh . Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning.Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah menetas (bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar
            Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah Agrothis ipsilon, namun terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang.
·         Daerah Sebaran
Hama ini dijumpai di 22 propinsi dengan rerata luas serangan 11.163 ha/tahun. Daerah serangan utamanya adalah Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara
·      Daur Hidup
Ulat grayak berkembang secara metamorfosis sempurna. Perkembangan S. litura terdiri dari empat stadia yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas. Pada umur 2 minggu, panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus hidup berkisar antara 30−60 hari (lama stadium telur 2−4 hari). Stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20−46 hari. Lama stadium pupa 8− 11 hari. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000−3.000 telur.
·         Tanaman Inang
Tanaman inang utama dari ulat grayak yaitu bawang merah. Sedangkan  tanaman  inang lain dari ulat grayak adalah cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, tembakau, bawang merah, terung, kentang, kacang kacangan (kedelai, kacang tanah) kangkung, bayam, pisang,padi, dan tanaman hias. Ulat grayak juga menyerang berbagai gulma, seperti Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., Clibadium sp., dan Trema sp.
·         Gejala serangan
Awal musim kemarau kelembaban udara 70% dan suhu rata-rata 18-23 derajat Celcius memicu telur menetas. Iklim itu juga memicu perkembangbiakan ngengat. Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat.
Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau, dan menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat.  serangan ulat yang masih kecil mengakibatkan bagian daun yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. 

·         Siklus Hidup
Perkembangannya bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia telur, ulat, kepompong, dan ngengat. Ngengat mulai meletakkan telur pada pertanaman kedelai umur 3 minggu setelah tanam. Setelah telur menetas, ulat tinggal sementara di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat berpencaran. Stadium ulat terdiri atas enam instar yang berlangsung 14 hari. Ulat tua bersembunyi di tanah pada siang hari dan giat menyerang tanaman pada malam hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadium kepompong dan ngengat masing-masing 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur secara berkelompok yang ditutupi bulu-bulu halus berwarna coklat-kemerahan. Produksi telur rata-rata 1.413 butir/ekor. Stadium telur berlangsung 3 hari. Daur hidup ulat grayak dari telur ke telur berlangsung 28 hari, sedangkan panjang hidup dari telur hingga ngengat mati berlangsung 36 hari.
·         Ekologi/Daerah Sebaran
Ulat grayak tersebar luas di Asia, Pasifik, dan Australia. Di Indonesia, hama ini terutama menyebar di Aceh, Jambi, Sumatera Selatan.
·         Pengendalian
a.          Pengendalian dengan teknik budidaya (cultural control)
Teknik pengendalian ini merupakan usaha memanipulasi agroekosistem untuk membuat lingkungan pertanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembang-biakan hama, serta menyediakan habitat bagi organisme menguntungkan. Beberapa teknik budidaya, antara lain:
o  Pergiliran tanaman untuk memutus rantai makanan bagi hama. Misalnya, pergiliran tanaman kedelai dengan jagung atau padi yang dapat mengatasi masalah hama karena masing-masing memiliki kompleks hama berbeda.
o  Penanaman dalam barisan (strip cropping). Misalnya, menanam kedelai dan jagung secara berselang-seling pada petak berbeda. Teknik ini dapat meningkatkan keragaman sehingga tanaman inang tersamarkan dari serangan hama. Selain itu, tanaman dapat berfungsi sebagai tempat berlindung dan sumber pakan bagi organisme berguna.
o   Penanaman varietas tahan, misalnya varietas Ijen yang toleran terhadap serangan ulat grayak (Balitkabi, 2008). Menurut Adie (2008), ketahanan kedelai terhadap ulat grayak ditentukan oleh kepadatan trikoma daun yang berkorelasi negatif dengan intensitas kerusakan daun. Kepadatan trikoma dari pasangan persilangan ICH/Wilis, G100H/ICH, dan G100/Wilis berpotensi sebagai kriteria seleksi ketahanan terhadap ulat grayak.
o   Penanaman tanaman perangkap, misalnya kedelai galur MLG3023 atau varietas Dieng yang ditanam dalam areal seluas 15% dari tanaman utama dapat digunakan sebagai perangkap bagi ulat grayak. Galur dan varietas tersebut disukai ngengat untuk meletakkan telurnya (Tengkano et al., 1997).
b.      Pengendalian hayati.
Pengendalian hayati dengan musuh alami dimaksudkan untuk mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang merugikan tanaman. Musuh alami ulat grayak dimanfaatkan melalui: a) konservasi, misalnya penggunaan insektisida yang kurang berbahaya bagi musuh alami, dan b) augmentasi melalui pembiakan/perbanyakan dan pelepasan musuh alami. Khusus parasitoid dan predator, pemanfaatan musuh alami melalui konservasi lebih efektif daripada augmentasi. Beberapa jenis musuh alami ulat grayak, antara lain parasitoid telur Telenomus sp., parasitoid ulat Snellenius manilae, predator Euborelia stali, virus patogen Borelinavirus litura, bakteri patogen Bacillus thuringiensis, dan cendawan patogen Nomuraea rileyi.
c.    Pengendalian mekanis dan fisik
Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi hama. Contoh, mengumpulkan kemudian membinasakan kelompok telur dan ulat yang ada di pertanaman. Selain itu, menggenangi lahan pertanaman, terutama pada stadia vegetatif akhir dan pengisian polong untuk mematikan ulat grayak yang berdiam diri di dalam tanah pada siang hari.
d.      Pengendalian Kimia
Insektisida kimia merupakan pilihan terakhir dalam usaha mengendalikan hama karena berpotensi menimbulkan dampak negatif. Insektisida harus digunakan sesuai kebutuhan, pada waktu spesifik dalam siklus hidup hama, dan bila cara lain, seperti pengendalian hayati atau teknik budidaya, gagal menjaga populasi hama pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi. Insektisida tersebut selain efektif, juga harus selektif terhadap satu atau beberapa jenis hama saja, dan residunya berumur pendek.

2.2.2        Kutu Daun (Aphid sp)
Kingdom       : Animalia
Filum             : Arthropoda
Kelas             : Insecta
Ordo             : Hemiptera
Famili             : Aphididae
Genus             : Aphids
Text Box: Gambar 4: Aphid spSpesies          : Aphids sp


·         Bioekologi/mofologi
Kutu daun (Aphis sp) adalah salah satu hama bagi beberapa komoditas tanaman hortikultura. Kutu daun dapat menginang pada beberapa tanaman komoditas tersebut seperti kentang, apel, jeruk, bawang merah, apel, cabai tomat, hingga kapas. Kutu yang panjang tubuhnya antara 1 sd 2 mm ini, memiliki warna tubuh yang bervariasi tergantung pada spesies dan lingkungan hidupnya. Warna tersebut antara lain kuning, kuning kemerah-merahan, hijau, hijau gelap, hijau kekuning-kuningan, dan hitam suram. Kutu daun ada yang memiliki sayap dan ada pula yang hidup tanpa sayap.
·           Ekologi
Hama  ini terdapat  di  Indonesia, China,  dan  negara-negara  penghasil jeruk, dan diseluruh daerah beriklim tropis
·         Gejala Serangan
Kutu  daun  ini  menyerang  tunas  dan  daun  muda  dengan  cara  menghisap  cairan tanaman sehingga helaian daun menggulung. Koloni kutu ini berwarna hitam, coklat atau hijau kekuningan tergantung jenisnya. Kutu menghasilkan embun madu yang melapisi permukaan  daun  sehingga  merangsang  jamur  tumbuh  (embun jelaga). Di samping itu, kutu juga mengeluarkan toksin melalui air ludahnya sehingga timbul gejala kerdil, deformasi dan  terbentuk puru pada  helaian daun. Pada tanaman cabai, serangan kutu daun menyebabkan perkembangan daun dan bunga yang terserang menjadi terhambat. Serangan kutu daun umumnya dimulai dari permukaan daun bagian bawah, pucuk tanaman, kuncup bunga, dan batang muda. Dan kadang kali kutu daun juga dapat berperan sebagai vektor pembawa virus penyebab beberapa penyakit tanama.




·      Siklus Hidup
                 Kutu daun dimulai dari telur yang menetas pada umur 3 sd 4 hari setelah diletakan. Telur menetas menjadi larva dan hidup selama 14 sd 18 hari dan berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai bereproduksi pada umur 5 sd 6 hari pasca perubahan dari larva menjadi imago. Imago kutu daun dapat bertelur sampai 73 telur selama hidupnya.


2.2.3        Thrips
Kingdom  : Animalia
Divisi        : Arthropoda
Kelas        : Insecta
Ordo         : Thysanoptera
Famili       : Thripidae
Genus       : Thrips
Spesies     : Thrips sp



·         Bioekologi dan Morfologi
Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak – bercak merah atau bergaris – garis. Betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari. Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata – rata 80 butir per induk. Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata – rata 80 butir per induk, diletakkan di permukaan bawah daun atau di dalam jaringan tanaman secara terpencar,akan menetas setelah 3 – 8 hari. Nimfa berwarna pucat, putih/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah 7 – 12 hari, Hidup berkelompok.
·         Ekologi
Di dunia hama ini untuk sementara hanya terdapat di benua Eropa dan Asia. Di Indonesia hama ini dilaporkan terdapat hampir di seluruh wilayah antaralain di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
·         Gejala Serangan
Dampak langsung serangan, gejala awal pada permukaan bawah daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun. 
Dampak secara tidak langsung,  Trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Gejala serangan awal timbul akibat hama menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak – bercak keperakan mengkilat, daun akan menjadi keriting atau keriput. Jika serangan terjadi pada awal pertanaman maka akan terjadi gejala fatal berupa penyakit kerdil (dwarfing) dan pada akhirnya layu dan kemudian akan mati.



·         Tanaman Inang
Dengan tanaman inang utama sayuran dari keluarga bawang (Allium spp.), keluarga Solanaceae (kentang, tomat, dan terung), Brassica (kubis), kacang – kacangan. 
·         Siklus Hidup
Siklus hidup hama trips sekitar 3 minggu.  Di daerah tropis siklus hidup tersebut bisa lebih pendek (7 - 12 hari), sehingga dalam satu tahun dapat mencapai 5 – 10 generasi.  Trips dewasa dapat hidup sampai 20 hari. Perkembangbiakan    secara phartenogenesis akan menghasilkan serangga-seranggjantan. Menurut  Kalshoven (1981) bahwa imago  betina Thrips dapameletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari.


·   Pengendalian
a.       Kultur teknis
o   Penggunaan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah untuk mengurangi infestasi serangga pengisap daun dan mengurangi gulma.Penggunaan mulsa plastik perak di guludan dapat menghalau serangan Trips karena adanya refleksi cahaya matahari yang dipantulkan mulsa, sehingga menunda serangan Thrips yang biasanya terjadi pada umur 14 hari setelah tanam (hst) menjadi 41 hst, selain itu juga mulsa plastik dapat menghalangi Trips mencapai tanah pada saat akan menjadi pupa. - Populasi hama biasanya meningkat pada musim kemarau pada kondisi cuaca kering. Thrips tidak menyukai kondisi lingkungan yang lembab. Pengairan yang cukup merupakan salah satu cara pengendalian yang tepat untuk Thrips. Misalnya mempertahankan permukaan air diparit pada ketinggian 15 – 20 cm dari permukaan bedengan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lembab disekitar tanaman.
o   Menanam tanaman penghalang (barrier) misalnya jagung di sekeliling pertanaman cabai (5-6 baris) dengan jarak tanam rapat 15 – 20 cm yang di tanam 2 – 3 minggu sebelum tanam cabai untuk mengurangi masuknya Trips ke lahan pertanaman. Tanaman border lainnya antara lain tagetes, orok – orok, dan kacang panjang.
b.      Fisik/Mekanis
o  Membakar sisa jerami/mulsa yang dipakai selama pertanaman
o  Mengambil Trips dengan menggunakan kapas/Cotton bud
o  Penggunaan perangkap likat warna biru, putih, atau kuning, sebanyak 40 buah  per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman dengan ketinggian + 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman) sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli atau perekat.
c.     Biologi
Pemanfaatan musuh alami predator kumbang Coccinella rapanda, Menochilus sexmaculatus, Amblyseius cucumeris, Paederus fuscipes, Orius minutes, Chilomenes sexmaculatus, Chilocorus nigrita, dan Scymnus latermacullatus. Jamur patogen Verticillium lecani (konsentrasi 3 x 108 spora/ml) dan Entomophthora sp.
d.       Kimia
Jika saat pengamatan ditemukan 0,7 ekor kutu daun /tanaman contoh (7 ekor nimfa/10 daun) atau persentase kerusakan oleh serangan hama pengisap telah mencapai 15% per tanaman contoh dianjurkan menggunakan pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif abamectin, spinosad, imidakloprid, karbosulfan dan diafentiuron.









BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan
      Tempat            : Lahan Cabai Apeldento, Karangploso
      Waktu              : 16.00 – 17.00 WIB
      Hari/ Tanggal   : Sabtu, 19 Oktober 2013

3.2  Hasil Pengamatan
         Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, ditemukan dua jenis hama yaitu Spodoptera litura (Ulat Grayak) dan Aphis gossypii  (Kutu Daun).
3.2.1   Spodoptera litura (Ulat Grayak)
Spodoptera litura merupakan salah satu hama utama pada tanaman cabai. Hama ini merupakan hama polifag. Larva ini mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit warna hitam pada segmen abdomen ke empat dan ke sepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. (Solopane, 2013)

Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas sehingga daun menjadi transparan dan hanya tersisa tulang-tulang saun saja. Larva instar lanjut akan merusak tulang daun dan menyerang buah. Hama ini aktif pada malam hari. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara berkelompok. Gejala serangan pada buah ditandai dengan timbulnya lubang tidak beraturan pada buah. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat, umumnya terjadi pada musim kemarau.
Solopane (2013) menjelaskan, pengendalian pada ulat grayak dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti pengendalian secara kultur teknis, fisik/mekanik, biologi, dan kimia.
3.2.1.1 Kultur Teknis
            Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan sanitasi lahan dari gulma dan pengolahan lahan secara intensif. Membersihkan lahan pertanaman cabai dengan rutin dilakukan agar ulat grayak tidak mempunyai inang sementara.
3.2.1.2 Fisik/ mekanik
            Pengendalian secara fisik/mekanik dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur, larva, pupa, dan bagian tanaman yang terserang kemudian memusnahkannya. Selain itu dapat digunakan feromon seks untuk memerangkap ngengat jantan. Penggunaan feromon seks ini lebih menguntungkan karena tidak berdampak negative bagi lingkungan, tidak menimbulkan resistensi pada hama dan dapat memperlambat perkembangan populasi hama tersebut.
3.2.1.3 Biologi
            Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami patogen serangga Sl-NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus), Bacillus thuringensis, Aspergillus flavus, Metharrhizium anisopilae, Beauveria Bassiana, predator (Carabidae, Andrallus sp. Rhinocoris fuscipes, Paederus fuscipes, Lycosa pseudoannulata), parasitoid (Cotesia ruficrus, Apanteles sp., Telenomus spodopterae, T. remus, Sturnia inconspicuoides, Trichogramma sp., Microplistis similis, Peribeae sp., Eriborusargenteopilosus).
3.2.1.4 Kimia
            Pengendalian secara kimia dapat dilakukan ketika cara-cara diatas tidak mampu mengendalikan populasi hama ulat grayak. Insektisida dengan bahan aktif betasiflutrin, klorfluazuron,lufenuron, dan sipermetrin.

       3.2.2   Aphis gossypii (Kutu Daun)
                                      Kutu daun atau sering disebut Aphid adalah serangga yang dapat ditemukan di wilayah tropis maupun subtropis. Hama ini memakan segala jenis tanaman (polifag) termasuk cabai. Kutu daun berkembang biak dengan 2 cara, yaitu dengan perkawinan biasa dan tanpa perkawinan atau telur-telurnya dapat berkembang menjadi anak tanpa pembuahan (partenogenesis). Daur hidup hama ini berkisar antara 7 – 10 hari.
Menurut Riyanto (2010) Hama ini menyerang tanaman cabai dengan cara menusukkan mulutnya lalu mengisap cairan daun, pucuk, tangkai bunga ataupun bagian tanaman lainnya. Aphis gossypii dapat menyebabkan tanaman mejadi kerdil, Serangan berat menyebabkan daun-daun melengkung, keriting, belang-belang kekuningan (klorosis) dan akhirnya rontok sehingga produksi cabai menurun.
Kehadiran kutu daun di kebun cabai, tidak hanya menjadi hama tetapi juga berfungsi sebagai penular (penyebar) berbagai penyakit virus. Di samping itu, kutu daun mengeluarkan cairan manis (madu) yang dapat menutupi permukaan daun. Cairan manis ini akan ditumbuhi cendawan jelaga berwarna hitam sehingga menghambat proses fotosintesis. Serangan kutu daun menghebat pada musim kemarau.
Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, biologis, fisik/mekanik, dan kimiawi
3.2.2.1 Kultur teknik
Pengendalian dengan cara kultur teknis dapat dilakukan dengan menanam tanaman perangkap (trap crop) di sekeliling kebun cabai, misalnya jagung. Selain itu dapat digunakan mulsa plastic berwarna perak untuk menekan perkembangannya.
3.2.2.2 Biologis
Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami yaitu Menochillus segmaculatus, Harmonia actomaculata, H. syrpids
3.2.2.3 Fisik/mekanik
            Pengendalian secara fisik/ mekanik dapat dilakukan dengan cara memangkas tanaman yang terserang hama dan memusnahkannya dengan dibakar.
                        3.2.2.3 Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan yaitu dengan semprotan insektisida berbahan aktif metidation. (Dinas Pertanian, 2013)




BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·         Hama penting pada tanaman cabai adalah Ulat Grayak, Kutu Daun, dan Thrips
·         Hama yang ditemukan pada lahan cabai Apeldento, Karangploso adalah Ulat Grayak dan Kutu Daun
·         Pengendalian yang dapat dilakukan pada hama tersebut adalah pengendalian secara kultur teknis, biologis, fisik/mekanik, dan kimiawi
           













DAFTAR PUSTAKA
Riyanto. 2010. KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR KUTU DAUN (Aphis gossypii) (GLOVER) (HEMIPTERA:  APHIDIDAE) SEBAGAI SUMBANGAN MATERI KONTEKSTUAL PADA MATA KULIAH ENTOMOLOGI DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNSRI *. FKIP Universitas Sriwijaya
Dinas Pertanian. 2013. Merawat Tanaman Bougenville. http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1280 (Online). Diakses pada 18 Oktober 2013.





























Tidak ada komentar:

Posting Komentar